Categories

Sabtu, 17 November 2012

Liputan 1

Ber-creativepreneur Bersama Pai Apel               

               
Bertahan dalam dunia usaha di era yang sarat akan kompetisi seperti saat ini membuat semua orang harus memutar otak. Itu pula yang dirasakan oleh Chris Inderayanto, 32 pemilik salah satu toko oleh-oleh di Kota Malang yang diberi nama Pai Apel Malang. Berlokasi di Jalan Raden Tumenggung Suryo, Pai Apel Malang memberikan kesegaran untuk sektor oleh-oleh khas Kota Malang.
                Berawal dari gagasan Chris Inderayanto untuk membuat hal yang baru, Pai Apel Malang dibuat pertama kali pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2011 hingga kini sudah memiliki tiga varian rasa, original, cokelat, dan keju. Ide mengolah Apel Malang menjadi Pai ini Chris dapat dari makanan favorit orang barat yang kaya akan rempah-rempah dari Indonesia yang membuat dia juga ingin mengembangkan bahan-bahan khas derah lokal. “Saya  tidak lagi bermodalkan 1 M untuk mendirikan Pai Apel Malang ini, tapi sudah 1 T, Satu Tekat,” ujar Chris Inderayanto dengan nada guyonannya.
                Melihat potensi yang besar di Kota Malang, pai yang membutuhkan waktu satu jam sepuluh  menit pemanggangan ini awalnya dipasarkan dengan dititipkan di beberapa toko, seperti Pia Mangkok. Publishing pun dikemas seapik mungkin hingga menarik minat pembeli. Brosur yang digunakan Pai Apel Malang untuk mempromosikan produknya juga terbilang unik dengan memberikan kesan vintage pada desain dan warna kertasnya. Pembeli dijamin tidak bosan untuk membaca brosur milik toko oleh-oleh yang buka dari pukul 08.00 sampai 21.00 WIB ini. Dengan menambahkan berita, guyonan, dan tips brosur berukuran A3 ini semakin eye-catchy untuk dibaca. “ Sasaran saya disini adalah wisatawan yang berkunjung ke Kota Malang, oleh karena itu saya membuatnya seunik mungkin dan dibuat setiap 2 atau 3 bulan sekali. Ukuran A3 yang tergolong besar juga membantu saya untuk menarik perhatian orang lain untuk membaca, setidaknya bisa satu sampai tiga jam ditangan pembeli, atau bisa jadi dikoleksi oleh pembeli karena unik,” jelas Chris Inderayanato.
                Harga yang cukup terjangkau melihat dari bahan-bahan alami yang digunakan serta rasanya yang sangat khas dengan Apel Kota Malang membuat Pai Apel Malang mulai dikenal. Terlebih pai yang berbahan dasar Apel Manalagi dan Apel Romebeauty ini tidak terbuat dari bahan pengawet. Satu kotak Pai Apel Malang rasa original dan cokelat dibandrol seharga Rp 35.000,-, sedangkan untuk Pai Apel Malang rasa keju dihargai Rp 40.000,-, dan untuk satu kotak mix dihargai Rp 36.500,-. Pembeli juga bisa membeli secara eceran dengan harga Rp 3650,- untuk rasa original dan cokelat dan Rp 4250,- untuk rasa keju. Sejauh ini Pai Apel Malang rasa originallah yang menjadi primadona dikalangan pembeli.
                Bermotto “One Stop shop for Travellers”, keunikan Pai Apel Malang juga terlihat dari komposisinya, yaitu Apel Malang, kismis, terigu, mentega, maizena, gula, garam, pala, kayu manis, susu, cinta, kesabaran, perhatian, dan kasih sayang. Pai Apel Malang juga memiliki caranya sendiri dalam memunculkan loyalitas pembeli dengan program SATPAM (Secret Agent Talkactive of Pai Apel Malang) yang berupa membership. Selain itu, toko oleh-oleh yang memiliki omset sebesar Rp 150 juta per tahun ini juga menawarkan program SPAM (Sekolah Pai Apel Malang) dimana dengan Rp 25.000,- saja pembeli juga bisa membuat Pai Apelnya sendiri dan berfoto ala Malang tempo dulu di studio foto yang disediakan sembari menunggu waktu pemanggangan. “Saya baru pertama kali kesini, kesan dari tempat ini unik, konsepnya bagus,” ujar Jon, pembeli Pai Apel Malang asal Surabaya.
                Persaingan dunia bisnis yang ketat, terutama munculnya toko-toko pai apel baru di kalangan masyarakat tidak dianggap sebagai persaingan oleh Chris Inderayanto. Justru itu dianggapnya sebagai tolak ukur dimana produknya sudah mulai diterima dan diminati masyarakat. “Dalam dunia bisnis kita harus kreatif, baik dalam ide maupun pengembangannya. Para pembisnis sebaiknya membangun kotanya terlebih dahulu dan memunculkan kekhasan dari kota tersebut. Jangan melulu ke kota yang lebih basar untuk berbisnis. Gali kreatifitas dan saling membantu,” terang Chris Inderayanto. (ayk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar